akarta-(25/02/16). Ketua Umum Dewan Pimpinan Perhimpunan Advokat  Indonesia (DPN PERADI), Luhut MP Pangaribuan hadir sebagai salah satu narasumber dalam kegiatan Seminar yang digelar oleh Komisi Yudisial RI dalam kerjasamanya dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). Kegiatan seminar yang berlangsung di Auditorium FH UI Depok, Kamis (25/02/16) mengangkat tema Penguatan Etika Nasional yang dibedah dalam dua perspektif, Penguatan Etika Berbangsa dan Bernegara serta Penguatan Etika Profesi Penegak Hukum.

“Dalam perspektif Advokat, penguatan etika profesi para penegak hukum harus berorientasi pada professional responsibility (profesi yang bertanggung jawab). Hal ini untuk menjawab domain kepercayaan publik yang masih rendah terhadap kinerja dan etika para penegak hukum. Beberapa survey membuktikan bahwa hampir 70%-80% masyarakat kita belum puas dengan kinerja dan etika para penegak hukum. Artinya, kinerja para penegak hukum lebih dominan pada muatan normatif daripada etika. Penguatan etika menjadi urgen karena persoalan hukum semakin kompleks dewasa ini,” ungkap Luhut dalam presentasinya.

“Karena ini berkaitan dengan etika, lanjutnya, maka penting untuk menerapkan sebuah sistem peradilan etika bagi para penegak hukum di Indonesia. Hal ini dapat menyelamatkan citra institusi penegak hukum ketika pejabat publik maupun penegak hukum terbukti melanggar kode etik dan pada saat yang sama bisa melanggar hukum. Dalam perspektif Advokat, penegakan etika dalam kedudukannya sebagai profesi dan penegak hukum, sudah jelas terikat dalam Undang-Undang nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Maka penguatan etika barometernya adalah kode etik, kebenaran, kebijaksanaan, keadilan, pelayanan, tanggung jawab, kejujuran dan sebagainya. Artinya, bukan hanya sisi intelektual yang ditonjolkan, melainkan terutama tingkat kesadaran dan kesediaan diri untuk menerima apa yang tidak dituntut dari profesi para penegak hukum,” jelasnya.

Luhut menggarisbawahi, bahwa penguatan etika para penegak hukum merupakan problem fundamental kemanusiaan.

“Struktur hidup sosial manusia selalu berhubungan dengan hukum termasuk di dalamnya etika para penegak hukum itu sendiri. Ruang lingkup etika begitu kompleks di mana tidak hanya sebagai prinsip moral tetapi juga berhubungan dengan hukum, bisnis, politik dan tatanan sosial lainnya. Sebagaimana Advokat, selain sebagai profesi hukum sekaligus juga sebagai penegak hukum, tentu memiliki tanggung jawab yang sama dalam memberikan jasa hukum, menegakan kebenaran dan keadilan sesuai kode etik Advokat dan norma hukum yang berlaku. Harapannya, agar setiap penegak hukum harus memiliki integritas selain keterampilan dan pengetahuan, mengutamakan keadilan daripada kebenaran legal, serta mementingkan prosedural hukum daripada orientasi hasil. Karena itu, kode etik Advokat secara jelas mengedepankan independensi dengan memberi penghormatan pada hukum dan HAM, peka dan kritis dalam memperjuangkan kepentingan umum  serta sejauh mungkin menghindari praktik-praktik yang berbenturan dengan etika profesi dan norma hukum,” tandasnya.

Selain Luhut yang berbicara dari perspektif Advokat, seminar penguatan etika profesi penegak hukum juga dibedah dari perspektif kekuasaan kehakiman oleh Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial, Sumartoyo; kajian dari perspektif Kejaksaan oleh Ketua Komisi Kejaksaan, Sumarno; serta perspektif Kepolisian oleh Komisioner Komisi Kepolisian Nasional, ibu Hamidah Abdurrachman. Jalannya seminar dipandu oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Ganjar L. Bondan.**