Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) menghadiri kegiatan diseminasi yang diselenggarakan oleh Indonesian Judicial Reform Society (IJRS) pada Rabu, 04 Desember 2024, bertempat di Artotel Gelora Senayan, Jakarta.

Indah Maya Rosanty, S.H., M.H., (Anggota Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DPN PERADI), hadir mewakili PERADI dalam diskusi mengenai pentingnya reformasi di sektor peradilan serta perlindungan terhadap perempuan dan anak. Kegiatan diseminasi ini menjadi ajang penting bagi para praktisi hukum, akademisi, dan lembaga terkait dalam memperkuat sistem peradilan yang lebih baik dan adil di Indonesia.

Penelitian terbaru mengenai biaya dan dampak dalam kejahatan narkotika mengungkapkan besarnya harga yang harus dibayar Indonesia dalam menangani tindak pidana narkotika.

Penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Justice Research Society (IJRS) ini bertujuan untuk mengukur biaya yang timbul akibat tindak pidana narkotika, yang tidak hanya membebani pelaku, tetapi juga korban, pemerintah, dan masyarakat. Biaya yang dihitung mencakup dua kategori utama: biaya nyata (monetary cost) dan biaya tidak nyata (non-monetary cost), serta biaya tidak langsung seperti biaya peluang (opportunity cost).

Hasil penelitian ini, meskipun bersifat sementara, menunjukkan bahwa penanganan kejahatan narkotika memiliki dampak yang sangat besar. Pada tahun 2023, Indonesia diperkirakan mengeluarkan biaya hingga 11,75 triliun rupiah untuk menangani perkara narkotika. Namun, perhitungan ini belum memperhitungkan data yang lebih terperinci mengenai seberapa besar biaya yang sebenarnya ditanggung oleh pemerintah, karena sebagian besar data yang tersedia bersifat agregat, mencakup seluruh jenis kejahatan.

Para narasumber dalam penelitian ini mengungkapkan berbagai tantangan dalam penanganan kejahatan narkotika. Kejaksaan Agung RI, misalnya, menginisiasi program rehabilitasi medis dan sosial di daerah melalui balai rehabilitasi. Sementara itu, Hakim Jakarta Timur menyoroti pentingnya menghadirkan tokoh masyarakat dan dokter dalam proses peradilan untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang terdakwa.

Di sisi lain, Direktur Jenderal Pemasyarakatan menyebutkan bahwa rehabilitasi di lembaga pemasyarakatan, serta dukungan pasca-rehabilitasi di Bapas, menjadi bagian penting dari pemulihan para pengguna narkotika. Namun, kendala seperti keterbatasan dana dan kurangnya fasilitas seperti BPJS menjadi hambatan dalam pelaksanaan rehabilitasi.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengusulkan penerapan Restorative Justice untuk pengguna narkotika guna mengurangi biaya pemidanaan dan menghindari kriminalisasi terhadap korban narkotika. Sementara itu, Menteri Polhukam menegaskan komitmennya untuk memastikan tidak ada kriminalisasi terhadap korban narkotika, dengan sedang disusunnya RUU Restorative Justice untuk memperkuat kebijakan ini.

Sekretariat Nasional
Perhimpunan Advokat Indonesia

Fiat Iustitia Ne Pereat Mundus.