RUU KUHAP dan Tantangan Integrasi Sistem Peradilan: Suara dari Diskusi Publik PERADI

Di tengah dinamika pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) di parlemen, Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) bersama Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menggelar sebuah diskusi publik yang membedah urgensi sistem peradilan yang terpadu. Bertempat di Jakarta Pusat, forum ini dihadiri oleh para tokoh hukum dan perwakilan lembaga negara yang memiliki perhatian khusus terhadap isu-isu hak asasi manusia.

Diskusi Terbuka, Masukan Kritis

Diskusi bertajuk “Memperkuat Sistem Peradilan Terpadu” ini menghadirkan empat narasumber utama: Ketua Umum DPN PERADI Dr. Luhut MP Pangaribuan, S.H., LL.M., Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, Wakil Ketua Komnas HAM Dr. A.H. Semendawai, S.H., LL.M., dan pakar hukum tata negara Prof. Dr. Margarito Kamis, S.H., M.Hum. Jalannya diskusi dipandu oleh Iftitahsari, S.H., M.Sc., peneliti senior ICJR.

Forum ini dibuka secara resmi oleh Wakil Ketua Umum DPN PERADI, Ifdhal Kasim, S.H., LL.M., serta Pelaksana Tugas Direktur ICJR, Maidina Rahmawati. Dalam pengantarnya, mereka menegaskan bahwa diskusi ini bertujuan memberi masukan komprehensif terhadap draf RUU KUHAP yang tengah digodok pemerintah dan Komisi III DPR RI. Masukan ini penting untuk memastikan bahwa substansi RUU KUHAP selaras dengan prinsip hak asasi manusia serta menjamin peran yang setara antar penegak hukum.

Advokat Harus Setara dalam Sistem Peradilan Terpadu

Ketua Umum DPN PERADI, Dr. Luhut MP Pangaribuan, dalam paparannya menegaskan bahwa RUU KUHAP tidak boleh dipahami sebagai sekadar revisi teknis. Ia menekankan pentingnya konsep keterpaduan dalam sistem peradilan pidana. “Keterpaduan itu mandat konstitusi dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Oleh karena itu, profesi advokat harus ditempatkan setara dengan aparat penegak hukum lainnya,” ujar Luhut.

Pernyataan ini menyoroti realitas struktural dalam proses peradilan, di mana advokat sering kali diposisikan tidak sejajar dengan jaksa maupun penyidik. Luhut mengingatkan bahwa jika hal ini tidak dibenahi dalam revisi KUHAP, maka keadilan substantif akan tetap menjadi ilusi.

Perspektif Perempuan dan HAM

Dari perspektif perlindungan kelompok rentan, Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menekankan bahwa KUHAP baru harus menjamin perlindungan hak-hak perempuan. “Baik perempuan sebagai saksi, pelapor, maupun terlapor yang sedang berhadapan dengan hukum, harus mendapatkan perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif,” tegasnya.

Senada dengan itu, Wakil Ketua Komnas HAM, Dr. A.H. Semendawai menyoroti pentingnya RUU KUHAP mengakomodasi prinsip-prinsip HAM secara eksplisit dalam norma dan mekanismenya. Ia menyebut bahwa perlindungan hak asasi tidak boleh menjadi retorika, melainkan harus terukur dalam praktik hukum acara pidana.

KUHAP Harus Menjaga Keseimbangan Kewenangan

Sementara itu, Prof. Dr. Margarito Kamis mengingatkan bahaya ketimpangan kewenangan dalam KUHAP. “Dalam sistem hukum acara pidana, tidak boleh ada lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan terlalu dominan. Semua harus seimbang. Ketimpangan itulah yang jadi pangkal penyalahgunaan,” ujarnya.

Pernyataan Margarito menegaskan bahwa reformasi KUHAP adalah momen penting untuk menata ulang relasi antarlembaga penegak hukum agar tidak timpang, dan memastikan ada mekanisme kontrol yang adil dan transparan.

Langkah Strategis Menuju KUHAP yang Berkeadilan

Diskusi publik ini menjadi langkah strategis untuk menghidupkan kembali dialog kritis mengenai arah reformasi hukum acara pidana di Indonesia. Dengan melibatkan praktisi hukum, akademisi, dan lembaga negara, PERADI dan ICJR memberi ruang bagi penyusunan regulasi yang partisipatif dan berbasis pada prinsip konstitusional.

RUU KUHAP, jika ingin menjawab tantangan keadilan masa kini, harus menyatukan seluruh unsur sistem peradilan — dari penyidik hingga pembela — dalam sebuah bangunan hukum yang setara dan saling mengawasi.


Discover more from PERADI

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Discover more from PERADI

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading