“Hukum acara persaingan usaha bukan sekadar cabang baru dalam praktik hukum bisnis, melainkan medan uji yang menentukan seberapa jauh advokat mampu menguasai logika pasar dan strategi pembuktian. Diskusi bersama Prof. Dr. Kurnia Toha membuka kembali perdebatan klasik seputar per se illegal, rule of reason, serta tantangan pembuktian di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).”
Dunia hukum bisnis Indonesia tengah berada dalam fase kritis. Regulasi yang kian kompleks membuat ruang gerak advokat tidak hanya bergantung pada kepiawaian hukum, tetapi juga pada kemampuan membaca logika pasar. Dalam forum diskusi yang digelar Dewan Pimpinan Nasional PERADI, Prof. Dr. Kurnia Toha mengingatkan: persaingan usaha adalah arena yang menuntut kecerdasan hukum sekaligus ketajaman analisis ekonomi.
Mengapa Hukum Persaingan Usaha Memiliki Karakter Khusus
Hukum persaingan usaha yang berlandaskan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak bisa diperlakukan sama dengan hukum pidana atau perdata. KPPU berdiri dengan mekanisme tersendiri: tanpa penyidik, tanpa prosedur baku seperti dalam KUHAP. Alih-alih, lembaga ini mengenal tahapan “penyelidikan awal” dan “penyelidikan,” di mana alat bukti dikumpulkan secara bertahap untuk menjerat pelaku usaha yang dituding melanggar.
Perdebatan Abadi: Per Se Illegal atau Rule of Reason
Pertarungan paling filosofis dalam hukum persaingan usaha terjadi pada pilihan paradigma. Per se illegal menempatkan advokat dalam posisi defensif: terpenuhinya unsur pasal otomatis berarti bersalah. Sebaliknya, rule of reason membuka ruang argumentasi: apakah tindakan bisnis itu wajar atau justru merugikan pasar. Prof. Kurnia Toha menegaskan pentingnya pendekatan rule of reason. Baginya, hukum tanpa konteks adalah hukum yang pincang.
Bukti Tidak Langsung: Ujian Kecermatan Advokat
Dalam praktik, advokat kerap dihadapkan pada tuduhan yang berlandaskan bukti tidak langsung. Persamaan harga, margin keuntungan, atau pertemuan informal bisa ditafsirkan sebagai konspirasi. Di sinilah peran advokat diuji: apakah ia mampu meyakinkan majelis bahwa kliennya sekadar mengikuti dinamika pasar, bukan melakukan persekongkolan. Prof. Kurnia Toha mengingatkan bahwa tanpa “plus faktor” yang jelas, tuduhan semacam ini seharusnya rapuh di hadapan logika hukum.
Perubahan Perilaku: Celah Strategis yang Kontroversial
Fenomena “behavioral commitment” menjadi bab baru dalam praktik KPPU. Janji pelaku usaha untuk mengubah perilakunya bisa menghentikan perkara, meski dasar hukumnya tak eksplisit tercantum dalam undang-undang. Advokat dituntut jeli: apakah celah ini dapat dijadikan strategi pragmatis, atau justru bumerang yang melemahkan fondasi hukum acara.
Penutup: Advokat Sebagai Penjaga Keseimbangan Pasar
Profesi advokat dalam ranah persaingan usaha bukan sekadar bicara pasal demi pasal. Ia adalah upaya menghadirkan nalar ekonomi ke ruang sidang, menyusun argumentasi yang logis sekaligus membela kepentingan hukum. Di era pasar yang dinamis, advokat dituntut menjadi lebih dari sekadar juru bicara klien—ia adalah penjaga keseimbangan, yang memastikan persaingan tetap sehat dan hukum tetap bermartabat.
Discover more from PERADI
Subscribe to get the latest posts sent to your email.