“PERADI menyampaikan rekomendasi hukum resmi atas RUU KUHAP 2025, menegaskan peran strategis advokat sebagai bagian tak terpisahkan dari kekuasaan kehakiman dan penjamin keadilan substantif dalam sistem peradilan pidana Indonesia.”
Reformasi hukum acara pidana tidak cukup bila hanya berfokus pada penyempurnaan prosedur. Itulah pesan kuat yang disampaikan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) dalam rekomendasi hukumnya atas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUHAP 2025. Dalam forum koordinasi bersama Kementerian Hukum dan HAM pada 21 Mei 2025, PERADI menekankan perlunya pembaruan sistem hukum acara pidana yang berpijak pada keterpaduan kekuasaan kehakiman dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
PERADI tidak hanya hadir sebagai pengamat. Ia menyampaikan rekomendasi hukum menyeluruh yang memuat usulan struktur baru hukum acara pidana: sebuah KUHAP yang tidak hanya menjunjung keadilan prosedural, tetapi menempatkan keadilan substantif sebagai poros utama.
Menempatkan Advokat dalam Rancang Bangun Kekuasaan Kehakiman
PERADI menegaskan bahwa advokat merupakan bagian sah dari kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 dan diperluas melalui Pasal 38 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam rekomendasi hukumnya, PERADI menyebut bahwa sistem peradilan pidana terpadu yang dikehendaki RKUHAP akan cacat secara struktural apabila tidak mengafirmasi kedudukan advokat dalam proses sejak awal.
Selama posisi advokat tidak ditegaskan dalam KUHAP, maka prinsip kesetaraan di hadapan hukum akan terus timpang. Rekomendasi hukum PERADI mengajak para perancang undang-undang untuk tidak lagi memperlakukan advokat sekadar sebagai pelengkap sistem peradilan.
Mengusulkan Judul Baru: KUHAP sebagai Instrumen Cipta Keadilan
PERADI mengusulkan agar nama undang-undang diubah dari “Hukum Acara Pidana” menjadi “Cipta Keadilan.” Rekomendasi ini bukan sebatas semantik, melainkan merupakan pernyataan filosofis bahwa hukum acara pidana harus berorientasi pada hasil: terciptanya keadilan.
Dalam naskah rekomendasinya, PERADI menunjukkan ironi dalam sistem saat ini: penyitaan terhadap benda wajib izin hakim, tetapi penangkapan terhadap manusia hanya membutuhkan syarat administratif. KUHAP ke depan, menurut PERADI, harus membalikkan logika ini: bahwa manusia adalah subjek hukum utama, bukan objek kuasa negara.
Tiga Pilar Rekomendasi untuk Penguatan Advokat
PERADI menyusun rekomendasi hukum dengan tiga pilar penguatan posisi advokat dalam RKUHAP. Pertama, pengakuan konstitusional dan yuridis terhadap advokat sebagai penegak hukum. Kedua, jaminan imunitas profesi secara eksplisit dalam KUHAP. Ketiga, pemberian hak akses dan partisipasi penuh advokat terhadap seluruh dokumen dan proses yang menyangkut kliennya sejak tahap awal.
Rekomendasi hukum ini menegaskan bahwa hak atas bantuan hukum harus berarti akses yang nyata dan fungsional, bukan sekadar kehadiran simbolik. Bahkan, PERADI mendorong adanya forum untuk menilai apakah hak pembelaan benar-benar diberikan, lengkap dengan sanksi jika pelanggaran terjadi.
Meluruskan Pemaknaan Bantuan Hukum dalam KUHAP
Dalam bagian lain rekomendasinya, PERADI mengkritisi penyamarataan antara bantuan hukum negara dan jasa profesional advokat. Dalam berbagai pasal RKUHAP, kedua konsep ini kerap dicampuradukkan. PERADI menyarankan agar undang-undang membedakan secara jelas antara bantuan hukum yang disediakan oleh negara melalui OBH, dan jasa advokat yang diberikan secara mandiri—baik berbayar maupun pro bono.
Advokat bukanlah pelaksana kewajiban negara, tetapi mitra konstitusional dalam sistem peradilan. Rekomendasi hukum ini menggarisbawahi perlunya pemisahan peran untuk menghindari kekacauan interpretasi dalam implementasi hukum acara.
Hak Asasi, Fair Trial, dan Arah Cita Hukum Nasional
Seluruh rekomendasi hukum yang disusun PERADI dijiwai oleh semangat perlindungan hak asasi manusia dan prinsip fair trial sebagaimana diatur dalam ICCPR dan konstitusi. Hak atas penasihat hukum sejak awal, hak atas informasi dan dokumen, serta perlindungan dari kriminalisasi profesi, harus dijamin secara eksplisit.
PERADI melihat bahwa dalam sistem hukum pidana modern, advokat tidak lagi dapat dianggap sebagai pengacara individual, tetapi sebagai aktor konstitusional yang memastikan hukum dijalankan dalam kerangka keadilan dan kemanusiaan.
unduh Rekomendasi Hukum PERADI
Discover more from PERADI
Subscribe to get the latest posts sent to your email.