“DPN PERADI meluncurkan buku karya Dr. Luhut MP Pangaribuan bertajuk “David vs Goliath” dalam acara Halal Bihalal, mempertegas pentingnya sistem peradilan pidana terpadu berbasis UUD 1945 dan UU Kekuasaan Kehakiman.”
Mengangkat Semangat Pembelaan Advokat dalam Sejarah
Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) menggelar Halal Bihalal sekaligus meluncurkan buku berjudul David vs Goliath: Ketika Advokat (Yap Thiam Hien) Menghadapi Sistem Peradilan Pidana Belum Terpadu, karya Dr. Luhut MP Pangaribuan, S.H., LL.M., Ketua Umum DPN PERADI. Acara ini berlangsung pada Jumat, 25 April 2025, di Ballroom Gedung LMPP Gondangdia, Jakarta, dengan kehadiran jajaran pengurus DPN, Dewan Kehormatan, serta pengurus DPC PERADI dari berbagai daerah.
Dalam sambutannya, Dr. Luhut MP Pangaribuan menyampaikan bahwa inspirasi utama penulisan buku ini datang dari pengalaman langsung bersama Yap Thiam Hien. Sosok Pak Yap, yang dikenal luas sebagai pembela hak asasi manusia dan ikon advokat pejuang keadilan di Indonesia, pernah menjadi mentor bagi Dr. Luhut saat aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH). “Pak Yap tidak hanya mengajarkan tentang pembelaan hukum, tetapi tentang keteguhan moral dalam melawan ketidakadilan di tengah sistem hukum yang belum sempurna,” ujar Dr. Luhut.
Menggali Jejak Kiprah Yap Thiam Hien
Peluncuran buku ini juga diwarnai dengan testimoni dari putra pertama Yap Thiam Hien, Yap Hong Gie, yang memberikan pandangan pribadi mengenai nilai-nilai perjuangan sang ayah. Testimoni berikutnya datang dari Irianto Subiakto, S.H., LL.M., yang turut membagikan pengalaman tentang kiprah Pak Yap selama di LBH.
Kisah-kisah ini mempertegas warisan moral yang ditinggalkan Yap Thiam Hien, yakni keberanian membela mereka yang terpinggirkan tanpa pamrih, serta konsistensi dalam memperjuangkan sistem hukum yang adil dan beradab.
Membaca Kembali Jejak Perjuangan Yap Thiam Hien
Lahir di Kuta Raja, Aceh, pada 25 Mei 1913, Yap dibesarkan dalam lingkungan perkebunan yang feodalistik, menanamkan dalam dirinya sikap anti-penindasan sejak usia muda.
Yap sempat menjadi guru sebelum melanjutkan studi hukum di Universitas Leiden, Belanda. Di sana, ia memperoleh gelar Meester in de Rechten pada 1947. Meskipun memiliki latar belakang pendidikan prestisius, Yap memilih jalan yang penuh tantangan: membela rakyat tertindas dan memperjuangkan hak asasi manusia di tanah air.
Sikap kritisnya tampak jelas ketika ia menjadi satu-satunya anggota Konstituante yang dengan tegas menolak usulan pemerintah untuk kembali ke UUD 1945, dengan alasan ketentuan dalam UUD 1945 pra-amandemen membuka ruang bagi diskriminasi dan membatasi kebebasan warga negara.
Yap juga tercatat membela tokoh-tokoh kontroversial seperti Soebandrio dalam kasus pasca-G30S meskipun secara ideologis berseberangan. Baginya, prinsip pembelaan terhadap kebenaran lebih utama daripada pertimbangan politik praktis.
Dalam perjalanan kariernya, Yap juga pernah memperjuangkan imunitas advokat melalui sebuah kasus yang menciptakan yurisprudensi penting di Mahkamah Agung, setelah dirinya sempat dipidana akibat pernyataan pembelaannya di persidangan.
Salah satu kutipan ikonik dari Yap Thiam Hien berbunyi:
“Apa yang hendak Saudara capai di pengadilan? Hendak menang perkara atau hendak meletakkan kebenaran saudara di ruang pengadilan dan masyarakat? Jika saudara hendak menang perkara, janganlah pilih saya sebagai pengacara Anda, karena pasti kita akan kalah. Tetapi saudara merasa cukup dan puas mengemukakan kebenaran saudara, maka saya mau menjadi pembela saudara.”
Pernyataan ini mencerminkan prinsip dasar Yap: advokat sejati bukan hanya soal kemenangan litigasi, tetapi soal integritas dan keberanian memperjuangkan keadilan.
Dorongan Reformasi Sistem Peradilan Pidana
Dalam sesi diskusi buku, Dr. Luhut mengangkat urgensi pembaruan sistem hukum pidana di Indonesia. Ia menekankan bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) seharusnya dirancang terpadu berdasarkan UUD 1945 dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Menurutnya, keterpaduan sistem dapat diwujudkan melalui pendekatan serupa Omnibus Law, yang dalam konteks ini diusulkan dengan istilah Omnibus Law Cipta Keadilan. “Sistem peradilan terpadu akan tercapai jika seluruh Aparat Penegak Hukum (APH) ditempatkan dalam satu kerangka hukum yang saling menguatkan,” tegas Dr. Luhut dalam paparannya.
Pentingnya gagasan tersebut juga disorot oleh para penanggap, yakni Ifdhal Kasim, S.H., LL.M., dan Saor Siagian, S.H., M.H., yang mendorong agar buku ini dibaca dan didiskusikan lebih luas, mengingat relevansinya dalam memperjuangkan peran advokat di tengah tantangan sistem hukum nasional.
Merajut Kebersamaan Melalui Halal Bihalal
Acara peluncuran buku bertepatan dengan momentum Halal Bihalal, yang menjadi ajang mempererat silaturahmi antar pengurus dan anggota PERADI. Dalam tauziah yang disampaikan oleh H. Syahrial Effendi Damanik, S.H., M.H., diingatkan pentingnya nilai maaf sebagai ruang untuk mengoreksi diri dan memperbaiki hubungan antar manusia.
Melalui kegiatan ini, DPN PERADI tidak hanya memperkuat ikatan organisasi, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata untuk terus memperjuangkan tegaknya keadilan dengan menjunjung nilai-nilai luhur profesi advokat sebagai officium nobile.
Discover more from PERADI
Subscribe to get the latest posts sent to your email.