Diskusi publik bertajuk “Pemberantasan Korupsi: Masihkan Ada Harapan?” yang digelar oleh Persadin dan MMD Initiative di Menara Bidakara 1, Jakarta, menghadirkan sejumlah tokoh hukum dan pegiat antikorupsi nasional. Salah satu sorotan utama dalam diskusi ini adalah paparan dari Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI), Dr. Luhut MP Pangaribuan, S.H., LL.M., yang menyoroti pentingnya reformasi sistemik dan keterpaduan dalam sistem peradilan pidana.
Korupsi Harus Diberantas Melalui Perubahan Sistemik
Dalam forum yang dimoderatori oleh Hamid Basyaib, Dr. Luhut MP Pangaribuan menegaskan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan secara sektoral atau sporadis. Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk melihat ulang tata kelola penegakan hukum secara menyeluruh, dari hulu ke hilir.
“Kita perlu perbaikan substansial, bukan hanya pada instrumen, tetapi juga pada sistem dan tata kelolanya. Jangan mengejar to have more, melainkan to be more — baik secara individu maupun kelembagaan,” tegas Luhut.
Ia menekankan pentingnya penerapan prinsip keterpaduan dalam sistem peradilan pidana sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam pandangannya, selama ini posisi advokat sebagai salah satu unsur penegak hukum kerap diabaikan, padahal secara normatif advokat sejajar dengan penyidik, penuntut umum, hakim, dan lembaga pemasyarakatan dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman.
Penyebutan “Yang Mulia” Dinilai Tak Sesuai Konstitusi
Dalam forum yang sama, Ketua Umum PERADI juga menyoroti praktik penyebutan “Yang Mulia” dalam ruang sidang peradilan. Menurutnya, penyebutan tersebut tidak sesuai dengan semangat reformasi hukum yang diusung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “Yang tepat adalah menyebut ‘Yang Terhormat Saudara Majelis Hakim’, sebagaimana semangat demokratisasi dalam sistem peradilan kita,” jelasnya.
Pandangan ini turut diperkuat oleh Prof. Dr. Moh. Mahfud MD yang mengacu pada TAP MPRS No. XXXI/MPRS/1966, yang secara resmi menghapuskan penggunaan gelar seperti Paduka Yang Mulia, Yang Mulia, dan sejenisnya dalam penyelenggaraan negara.
Advokat dalam Gagasan Reformasi Hukum
Dalam forum tersebut, Dr. Luhut MP Pangaribuan juga menyerukan agar peran advokat dipulihkan dan diperkuat sebagai bagian dari pilar penegakan hukum yang setara. “Advokat bukan pelengkap penderita dalam sistem peradilan. Kita adalah penjaga konstitusi dan pembela kepentingan hukum warga negara,” ujarnya.
Gagasan ini sejalan dengan narasi para narasumber lainnya, seperti Dr. Maruarar Siahaan (mantan Hakim MK), Sukma Violeta, S.H., LL.M. (Komisioner Komisi Yudisial), dan Novel Baswedan (eks penyidik KPK), yang seluruhnya menyoroti pentingnya pembenahan institusi hukum secara menyeluruh, termasuk perlindungan terhadap profesi yang menjunjung tinggi prinsip keadilan.
Pemberantasan Korupsi Butuh Dukungan Politik Tertinggi
Menutup diskusi, para narasumber sepakat bahwa pemberantasan korupsi tidak akan berhasil tanpa dukungan penuh dari Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan. Komitmen politik yang kuat dari kepala negara dinilai krusial dalam memberikan arah dan legitimasi terhadap kebijakan antikorupsi yang konsisten, berani, dan berbasis hukum.
Diskusi ini menjadi pengingat penting bahwa harapan untuk pemberantasan korupsi masih ada — asalkan dibarengi dengan reformasi sistemik, integritas para penegak hukum, serta keberanian politik dari pucuk pimpinan negara.
Discover more from PERADI
Subscribe to get the latest posts sent to your email.