Sebagai salah satu tonggak dalam penguatan profesi hukum di Indonesia, Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (DPC PERADI) Yogyakarta menyelenggarakan diskusi Rumah Bersama Advokat (RBA) pada Sabtu, 6 Juli 2024, bertempat di Sekretariat DPC PERADI Yogyakarta. Diskusi ini menjadi ajang penting dalam merumuskan masukan substansial terhadap Rancangan Undang-Undang Advokat (RUU Advokat) yang saat ini tengah menjadi perhatian publik hukum nasional.
Fokus pada Penguatan Profesi dan Organisasi Advokat
Dalam arahannya, Ketua Umum DPN PERADI, Dr. Luhut MP Pangaribuan, S.H., LL.M., menekankan bahwa substansi dari RUU Advokat yang ideal harus berorientasi pada penguatan profesi advokat dan organisasi advokat (OA) itu sendiri. Ia menegaskan bahwa organisasi advokat tidak hanya berfungsi administratif, tetapi memiliki tanggung jawab utama dalam meningkatkan kualitas dan integritas anggotanya.
“Penguatan advokat dalam menjalankan tugas profesinya tidak bisa dilepaskan dari penguatan institusi yang menaunginya. Organisasi Advokat harus berdiri kokoh sebagai pelayan profesi dan penjaga etika,” ujar Luhut.
Kewenangan dan Standar Tunggal Profesi: Masih Menjadi Masalah
Masukan dari peserta diskusi menggarisbawahi sejumlah isu mendasar yang harus diakomodasi dalam RUU Advokat. Salah satunya adalah ketimpangan kewenangan advokat dibandingkan dengan aparat penegak hukum (APH) lainnya. Saat ini, banyak advokat merasa ruang geraknya dibatasi dalam sistem peradilan, yang seharusnya menjamin kesetaraan fungsi dalam penegakan hukum.
Selain itu, perlunya pembakuan standar pendidikan, pelaksanaan ujian profesi, serta program magang yang seragam menjadi sorotan. Hal ini untuk memastikan bahwa setiap advokat yang dilahirkan memiliki kompetensi yang memadai dan integritas yang terjaga.
Dewan Kehormatan Pusat Bersama: Menghindari “Loncat Sanksi”
Diskusi juga menyinggung perlunya penguatan mekanisme pengawasan etik melalui pembentukan Dewan Kehormatan Pusat Bersama. Hal ini bertujuan mencegah fenomena “loncat organisasi” yang kerap dilakukan advokat yang tengah menjalani sanksi etik. Dengan adanya lembaga etik bersama antar organisasi advokat, integritas profesi dapat dijaga secara lebih efektif dan menyeluruh.
Advokat sebagai Bagian dari Kekuasaan Kehakiman
Diskusi RBA ini juga menegaskan kembali bahwa posisi advokat dalam sistem hukum Indonesia bukan sekadar pelengkap, tetapi bagian integral dari kekuasaan kehakiman sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
“Profesi ini tidak bisa berdiri sendiri. Advokat adalah bagian dari sistem peradilan yang utuh. Oleh karenanya, seluruh advokat harus berada dalam satu frekuensi perjuangan: menjaga marwah dan martabat profesi melalui standar profesi yang tunggal,” tegas Luhut.
Penutup: Membangun Masa Depan Profesi Advokat yang Kuat dan Bermartabat
Diskusi RBA di Yogyakarta menjadi bukti bahwa pembaruan Undang-Undang Advokat tidak boleh hanya bersifat kosmetik. Harus ada langkah nyata untuk memperkuat profesi dari hulu ke hilir, mulai dari pendidikan, pelatihan, penegakan etik, hingga pengakuan kewenangan yang setara dalam sistem hukum.
PERADI, melalui kegiatan dan dialog terbuka di berbagai daerah, terus berupaya membangun konsensus dan menyuarakan aspirasi dari akar rumput profesi advokat. Sebab, di tangan advokat yang kuat, bermartabat, dan profesional, keadilan hukum di Indonesia akan semakin nyata dirasakan oleh seluruh rakyat.
Discover more from PERADI
Subscribe to get the latest posts sent to your email.