Pemerintah di bawah koordinasi Kemenko Polhukam melalui siaran pers menginformasikan diselenggarakannya diskusi publik untuk menampung aspirasi dan masukan masyarakat tentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP yang akan berlangsung di 11 kota, mulai dari Kota Medan yang sekaligus mencakup wilayah Aceh, Kepri dan Riau hingga Kota Manokwari yang mencakup Papua Barat dan Papua di Ujung Timur Indonesia.

Pada tanggal 7 September 2022 telah diselenggarakan Diskusi Publik oleh Kantor Staf Presiden (KSP) dan dihadiri langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D., S.H., S.U., MIP.

Dialog diskusi publik tersebut berlangsung secara luring di Hotel Pullman Bandung dan secara daring melalui kanal zoom dan akan membahas terkait RUU KUHP serta memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan menyerap aspirasi masyarakat lebih efektif tentang RUU KUHP.

“Pembentukan KUHP Nasional adalah salah satu politik hukum yang pertama, yang diperintahkan untuk dibuat di Negara Republik Indonesia. Ketika kita menyatakan kemerdekaan, sudah ada perintah konstitusi agar hukum-hukum yang berlaku sejak jaman kolonial Belanda segera diganti dengan hukum-hukum yang baru dan yang lama hanya boleh berlaku sampai dibentuk hukum yang baru tersebut” ujar Menko Mahfud pada saat menyampaikan kalimat sambutan.

Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) yang diundang secara luring maupun daring hadir dengan diwakili oleh Ifdhal Kasim, S.H., LL.M. (Wakil Ketua Umum DPN PERADI), Emir z. Pohan, S.H., LL.M. (Sekretaris Bidang Penelitian, Publikasi dan Pengembangan Organisasi DPN PERADI) dan H. Yovie Megananda Santosa, S.H., M.Si., M.H. (Ketua DPC PERADI Bandung).

“Dalam merespon RUU KUHP, DPN PERADI bersama dengan PERADI Suara Advokat Indonesia dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) telah merumuskan masukan atas substansi RUU KUHP, khususnya yang terkait dengan tugas profesi advokat” ungkap Yovie saat mendapatkan kesempatan berbicara secara langsung.

Yovie juga menyampaikan sedikitnya dua masukan dari organisasi advokat seperti rekomendasi organisasi advokat tentang rumusan contempt of court dan obstruction of justice berupa; gangguan dan proses penyesatan peradilan dan menghalang-halangi proses persidangan.

Masukan yang kedua disampaikan oleh Yovie bahwa rekomendasi organisasi advokat tentang tindak pidana jabatan terhadap proses peradilan berupa; pemaksaan dalam memberikan keterangan, penyiksaan demi mendapatkan pengakuan bersalah, penggeledahan rumah atau tubuh yang melawan hukum, melakukan penyitaan yang menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan dan melakukan perampasan terhadap kemerdekaan orang.