Keteladanan Yap Thiam Hien dan Gagasan Peradilan Pidana Terpadu dalam Karya Terbaru Ketua Umum PERADI

“Ketika sejarah peradilan pidana menyisakan luka atas kriminalisasi atas seorang Advokat, sosok Yap Thiam Hien tampil sebagai simbol keberanian. Melalui bukunya yang berjudul David Vs Goliath, Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M., menggugah kembali kesadaran kolektif profesi advokat: bahwa membela kebenaran adalah panggilan nurani.”

Gedung MYC MRP Universitas Pelita Harapan (UPH), Kamis 5 Juni 2025, menjadi ruang refleksi sekaligus saksi bagi pertemuan gagasan antara dunia akademik dan dunia advokat. Melalui kegiatan Bedah Buku dan Diskusi atas karya terbaru Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M.—Ketua Umum DPN PERADI—dunia hukum Indonesia kembali diingatkan pada pentingnya keberanian, integritas, dan peradilan yang berpihak pada keadilan substantif.

Membaca Kembali Keteladanan Yap Thiam Hien

Dalam buku bertajuk David Vs Goliath: Ketika Advokat (Yap Thiam Hien) Menghadapi Peradilan Pidana Belum Terpadu, Dr. Luhut menggali kembali kisah monumental Yap Thiam Hien, advokat legendaris yang menghadapi kriminalisasi atas pleidoinya. Dengan semangat “membela kepentingan umum”, Yap justru dijerat karena menyebut nama dalam nota pembelaan, hingga harus naik banding dan berujung di Mahkamah Agung.

Putusan MA akhirnya membebaskan Yap, menegaskan bahwa pembelaan hukum oleh advokat tidak bisa dikriminalisasi karena merupakan bagian dari hak dan fungsi dalam sistem peradilan. Kutipan kuat Yap yang kembali dipetik oleh Dr. Luhut—“Untuk apa saya jadi seorang yuris kalau tidak membela kepentingan umum”—menjadi benang merah dari keseluruhan isi buku ini.

Peradilan yang Belum Terpadu: Kritik dan Harapan

Namun buku ini tidak semata berbicara tentang sejarah. Ia menguliti persoalan mendasar yang hingga kini belum terselesaikan dalam sistem hukum acara pidana Indonesia: ketidakterpaduan sistem. Dr. Luhut Pangaribuan menyatakan bahwa reformasi hukum pidana yang tengah berlangsung, termasuk pembahasan Rancangan KUHAP, adalah momentum penting untuk menciptakan sistem yang lebih adil, terkoordinasi, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Ketua Umum PERADI tersebut menekankan bahwa sistem peradilan pidana Indonesia harus dibangun secara terpadu, bukan sektoral, agar tidak menyisakan celah penyalahgunaan kewenangan oleh satu pihak. Peradilan yang tidak terintegrasi, menurutnya, selalu berisiko menimbulkan ketidakadilan struktural.

Suara Akademisi dan Praktisi: Refleksi Bersama

Diskusi yang diselenggarakan atas kerja sama PERADI DPC Tangerang Raya dan Fakultas Hukum UPH ini dibuka oleh perwakilan Dekanat, yang menekankan pentingnya kolaborasi antara dunia pendidikan hukum dan praktik profesi. Dalam sesi tanggapan, Dr. Christine Susanti, S.H., M.Hum., dosen FH UPH, menilai bahwa buku ini menjadi bacaan wajib bagi calon maupun advokat senior karena menggugah kesadaran etis dan keberanian profesional.

Sementara itu, Ester Silooy, S.H., Ketua DPC PERADI Tangerang Raya, menegaskan bahwa karya ini memberikan semangat baru bagi kalangan advokat dalam menjaga marwah profesi serta keberpihakan terhadap nilai keadilan.

Diskusi berlangsung hangat dan dinamis, dipandu oleh Egenius Ivan Lomalyn, S.H., M.H., pengajar di FH UPH, yang menuntun audiens untuk tidak hanya memahami isi buku secara akademis, tetapi juga menempatkan nilai-nilai perjuangan advokat dalam konteks kekinian.


Discover more from PERADI

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Discover more from PERADI

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading