Mengukuhkan Budaya Pro Bono: Refleksi Officium Nobile Profesi Advokat

Dalam momentum penting peluncuran program Pelatihan CLE Pro Bono Clearing House, Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) Rumah Bersama Advokat (RBA) menegaskan kembali komitmennya terhadap budaya bantuan hukum pro bono. Kegiatan yang digelar oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta ini berlangsung pada 9 Agustus 2024, bertempat di Grand Cemara Hotel, Jakarta Pusat.

Ketua Bidang Bantuan Hukum Pro Bono DPN PERADI RBA, Febi Yonesta, hadir sebagai narasumber dalam diskusi yang juga diikuti oleh perwakilan dari PERADI Suara Advokat Indonesia (SAI), serta para anggota PERADI dari wilayah Jabodetabek.

Pro Bono: Pengejawantahan Jiwa Officium Nobile

Dalam paparannya, Febi Yonesta menggarisbawahi bahwa pro bono bukan sekadar aktivitas tambahan, melainkan bagian dari jati diri profesi advokat sebagai officium nobile atau profesi yang luhur. Ia mengutip Pasal 3 Kode Etik Advokat Indonesia yang secara eksplisit menyatakan bahwa tugas seorang advokat tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi, melainkan menjunjung tinggi hukum, kebenaran, dan keadilan.

Febi juga mengajak peserta untuk menengok kembali akar sejarah profesi advokat. “Di zaman Yunani kuno, advokat adalah mereka yang membela tanpa mengharapkan imbalan. Pro bono adalah semangat awal profesi ini, dan kita sepatutnya menghidupkannya kembali sebagai warisan luhur,” ujarnya.

Tantangan Budaya Pro Bono

Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar dalam implementasi kewajiban pro bono. Menurut Febi, salah satu hambatan utama adalah rendahnya kesadaran dan motivasi sebagian advokat dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Padahal, Undang-Undang Advokat telah dengan tegas mewajibkan penyediaan bantuan hukum secara pro bono bagi masyarakat yang tidak mampu.

“Kendala terbesar bukan soal aturan, tapi soal budaya. Jika pro bono tidak menjadi bagian dari etos profesi kita, maka aturan sekalipun tak akan cukup kuat menegakkannya,” tegas Febi.

Peran Strategis Organisasi Advokat

Lebih lanjut, Febi menekankan bahwa organisasi advokat seperti PERADI memiliki tanggung jawab sentral dalam membudayakan bantuan hukum pro bono. Hal ini penting bukan hanya untuk memenuhi kewajiban normatif, tetapi juga untuk membangun kepercayaan publik terhadap profesi advokat.

“Ketika masyarakat menyaksikan advokat hadir membela mereka yang tertindas tanpa pamrih, maka saat itulah profesi ini benar-benar menjadi pilar keadilan sosial,” pungkasnya.

Menjadikan Pro Bono sebagai Identitas Profesi

Peluncuran Pelatihan CLE Pro Bono Clearing House menjadi langkah awal untuk memperkuat kapasitas dan jejaring advokat dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi pengingat bahwa identitas sejati advokat bukan hanya terletak pada toga dan meja sidang, tetapi juga pada keberpihakan terhadap mereka yang tak berdaya.

PERADI, sebagai rumah besar advokat Indonesia, terus berkomitmen membangun budaya pro bono sebagai roh dari officium nobile. Sebab, keadilan bukan hanya milik mereka yang mampu membayar, tetapi hak semua warga negara.


Discover more from PERADI

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Discover more from PERADI

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading