Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) kembali menunjukkan komitmennya dalam memperkuat integritas dan etika profesi melalui penyelenggaraan Diskusi Terfokus (FGD) bertajuk “Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan Berdasarkan TAP MPR VI/MPR/2001”. Kegiatan ini diselenggarakan secara daring dan menghadirkan dua narasumber utama: Dr. Budhy Munawar Rachman, pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara sekaligus Anggota Dewan Kehormatan Pusat PERADI, dan Bachtiar Sitanggang, S.H., Ketua Dewan Kehormatan Daerah PERADI DKI Jakarta.
Diskusi ini dilatarbelakangi oleh ketentuan TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa yang mengamanatkan penegakan hukum harus dilakukan secara adil, tidak diskriminatif, dan bebas dari manipulasi kekuasaan.
Etika, Pilar Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Dalam paparannya, Dr. Budhy Munawar Rachman menegaskan bahwa penegakan hukum tanpa etika adalah kehampaan. TAP MPR tersebut, menurutnya, harus menjadi kompas moral bagi para penegak hukum, termasuk advokat, untuk menghindari penyimpangan kekuasaan dan memastikan hukum berfungsi sebagai alat keadilan, bukan alat kekuasaan.
“TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 adalah pedoman moral yang menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan secara adil, transparan, dan bebas diskriminasi. Tanpa etika, hukum kehilangan esensi keadilannya,” ungkap Budhy.
Ia juga menyoroti bahwa manipulasi hukum, ketimpangan akses keadilan, dan politisasi hukum adalah tantangan nyata dalam kehidupan berbangsa yang perlu segera dibenahi melalui keberanian moral para penegak hukum, termasuk advokat.
Peran Advokat sebagai Pilar Etika Kehidupan Berbangsa
Sementara itu, Bachtiar Sitanggang, S.H. menyoroti pentingnya Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) sebagai bagian dari sistem etika nasional.
“Kode Etik Profesi Advokat adalah hukum tertinggi bagi advokat. Namun realitasnya, belum sepenuhnya terinternalisasi dalam perilaku sehari-hari para praktisi hukum. Padahal, advokat memikul kehormatan profesi yang mulia, officium nobile,” tegasnya.
Bachtiar menegaskan bahwa krisis multidimensi bangsa ini, termasuk krisis moral dan integritas, harus menjadi panggilan bagi advokat untuk menjadi pelopor perbaikan. “Jangan justru advokat turut menjadi bagian dari kemunduran etika kehidupan berbangsa,” tegasnya.
Dorongan untuk Pembentukan UU Etika Kehidupan Berbangsa
Diskusi yang dihadiri oleh para pengurus DPN dan DPC PERADI dari seluruh Indonesia ini menghasilkan satu kesimpulan strategis: perlunya pembentukan Undang-Undang tentang Etika Kehidupan Berbangsa sebagai wujud konkret dari TAP MPR VI/MPR/2001.
“Etika penegakan hukum harus memiliki kekuatan hukum yang mengikat, tidak hanya sebagai panduan moral, tapi juga menjadi instrumen hukum yang wajib dijalankan oleh seluruh elemen bangsa,” ungkap salah satu peserta FGD.
PERADI sebagai Garda Etika Profesi Hukum
Melalui FGD ini, PERADI menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat etika, integritas, dan profesionalisme advokat Indonesia. Penegakan hukum yang berkeadilan bukan hanya soal aturan, tapi juga menyangkut nilai-nilai dasar kebangsaan yang hidup dalam praktik hukum sehari-hari.
Discover more from PERADI
Subscribe to get the latest posts sent to your email.