Bertempat di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, 9 Oktober 2023, PERADI menghadiri undangan dari Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) perihal kegiatan Konsultasi Publik yang bertajuk “Peluang Indonesia dalam Merespon Resentencing Pidana Mati di Malaysia.”

Mewakili PERADI yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah Pengurus dari Bidang Probono dan Bantuan Hukum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI, Ori Rahman, S.H. (Sekretaris Bidang) dan Ali Akbar Tanjung, S.H.

Konsultasi Publik tersebut dibuka oleh M. Afif Abdul Qoyim selaku Direktur LBHM yang pada kesempatannya menyampaikan bahwa saat ini Malaysia memiliki hukum pidana tentang Abolition of the Mandatory Death Penalty and Resentencing yang sudah disetujui oleh Parlemen Malaysia dan Royal Assent oleh Raja yang Mulia Dipertuan Agung dan kemudian ditindaklanjuti oleh Pemerintah Malaysia menjadi Undang-Undang tentang Resentencing.

Dalam undang-undang tersebut, diatur bahwa pidana mati dapat direvisi menjadi hukuman non pidana mati dan akan berlaku bukan hanya untuk warga negara Malaysia, tetapi juga untuk semua warga negara asing yang mendapatkan pidana mati di Malaysia.

Terhadap perkembangan hukum terbaru di Malaysia tersebut, Judha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) menyampaikan bahwa Kemenlu RI telah melakukan pendataan ke penjara-penjara di Malaysia dan tercatat total 77 dari 157 kasus WNI di seluruh wilayah Malaysia yang terancam hukuman mati akan mengajukan PK/Review dan akan disediakan Advokat Malaysia.

Menanggapi secara langsung, PERADI merespon baik apa yang telah dilakukan oleh Kemenlu RI, namun tetap berharap pengajuan PK/review dapat dilakukan kepada semua kasus WNI yang divonis hukuman mati, tidak hanya terbatas 77 kasus, serta menganggap perlu bagi Kemenlu RI bisa membuka komunikasi antara Advokat Malaysia yang ditunjuk untuk mendampingi WNI dengan lembaga-lembaga Pendamping Buruh Migran yang ada di Indonesia atau dengan lembaga bantuan hukum.

Di Indonesia sendiri, Henny Tri Ramayanti dari Direktorat HAM Kementerian Hukum dan HAM menjelaskan bahwa pelaksanaan hukuman mati di Indonesia dapat dilakukan setelah permohonan grasi terpidana ditolak.

Dengan kondisi yang demikian, penting untuk mendiskusikan terkait dengan peluang dan Langkah yang dapat dilakukan, baik bagi Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Malaysia dalam menyelematkan warga negaranya dari eksekusi mati, terlebih dengan adanya aturan Abolition of the Mandatory Death Penalty dan Resentencing di Malaysia dan KUHP baru di Indonesia yang mengatur mengenai mekanisme komutasi.