Advokat Harus Mampu Implementasikan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam Penanganan Perkara
Sebagai bentuk komitmen untuk terus memperkuat kapasitas dan kompetensi para anggotanya, Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) melalui perwakilan dari berbagai DPC di seluruh Indonesia turut ambil bagian dalam Pelatihan dan Konsultasi Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPSK) yang digelar pada 26–28 Juni 2024 di Hotel Santika Premiere Slipi, Jakarta Barat.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dan The Asia Foundation (TAF), dengan menghadirkan narasumber dari berbagai institusi seperti Kejaksaan Agung RI, Komnas Perempuan, LPSK, serta akademisi dari Fakultas Hukum UI.
Tantangan Praktik Penanganan Perkara Kekerasan Seksual
Dalam pemaparannya, Indah Maya Rosanty, S.H., M.H., (Anggota Bidang PPA DPN PERADI) menyampaikan bahwa meskipun Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah diundangkan, implementasinya dalam praktik masih tergolong rendah. Banyak advokat dan aparat penegak hukum yang belum memahami secara menyeluruh mekanisme hukum acara khusus yang diatur dalam UU ini.
“UU TPKS memberikan perhatian pada hak-hak korban, saksi, serta keluarga korban, termasuk mekanisme pendampingan dan pemulihan. Ini bukan sekadar tentang penghukuman pelaku, tetapi tentang keadilan yang menyeluruh dan berkeadaban,” ujar Indah.
Simulasi Praktik Penanganan Perkara oleh Para Fasilitator
Pelatihan ini tidak hanya menghadirkan diskusi teoritis, tetapi juga praktik simulasi penanganan perkara TPSK. Rival Ahmad, S.H., LL.M., dari STH Jentera menjadi fasilitator utama, dibantu oleh narasumber lain seperti Dr. Erni Mustikawati (Jaksa Ahli Madya), Kombes Pol. Dr. Rita Wulandari Wibowo (Komnas Perempuan), Nathanael E.J. Sumampouw (FH UI), dan pejabat dari LPSK. Mereka membekali para peserta dengan pendekatan hukum acara yang berpihak pada korban, tanpa mengesampingkan prinsip due process of law.
Restorative Justice dan Pemulihan Korban Jadi Fokus
Salah satu pokok bahasan penting dalam pelatihan ini adalah penerapan keadilan restoratif dalam perkara kekerasan seksual. Meski tidak menghapus sanksi pidana terhadap pelaku, pendekatan ini mendorong pemulihan menyeluruh bagi korban, termasuk melalui keterlibatan aktif lembaga-lembaga pendukung seperti LPSK dan unit layanan korban kekerasan.
Kehadiran para advokat PERADI dari berbagai daerah menunjukkan semangat dan komitmen untuk ikut berperan dalam memastikan implementasi UU TPKS berjalan efektif di lapangan. Di antaranya hadir Maria Lince Sitohang (Sekretaris Bidang PKPA DPN PERADI), Ori Rahman (Sekretaris Bidang Pro Bono DPN PERADI), serta para pengurus DPC dari Jakarta, Tangerang, Depok, Bogor, Bandung, Semarang, Malang, Medan, Padang, dan Tasikmalaya.
Mendorong Budaya Hukum yang Responsif terhadap Kekerasan Seksual
Sebagaimana disampaikan oleh para narasumber, pelatihan ini diharapkan menjadi langkah awal bagi para advokat untuk mengadopsi pendekatan yang lebih responsif terhadap kejahatan berbasis gender. Ini termasuk memahami hak-hak korban, menjunjung prinsip keadilan restoratif, serta memastikan proses hukum berjalan tanpa intimidasi, stigma, atau diskriminasi terhadap korban.
Dengan keikutsertaan aktif dalam pelatihan ini, PERADI menegaskan komitmennya dalam menjadikan advokat sebagai garda terdepan perlindungan korban kekerasan seksual. Advokat bukan hanya sebagai pembela di pengadilan, tetapi juga sebagai agen perubahan dalam memperjuangkan keadilan substantif.
Discover more from PERADI
Subscribe to get the latest posts sent to your email.