Pastikan suara Anda tercatat. Daftar sebagai pemilih di Munas PERADI: https://munas.peradi.id
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (R-KUHAP) memang banyak menyebut advokat, namun kedudukan profesi ini sebagai penegak hukum masih belum diakui setara. Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) menilai, rancangan yang baru disepakati di tingkat I oleh Komisi III DPR dan Pemerintah itu masih mewarisi paradigma lama yang menempatkan penyidik sebagai pusat kekuasaan dalam proses peradilan pidana.
Praperadilan Tetap Pro Forma, Keadilan Prosedural Terabaikan
Dalam rapat bersama Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Sekretariat Negara pada 13 November 2025, Komisi III DPR menyetujui R-KUHAP untuk dibawa ke tahap selanjutnya. Namun, menurut PERADI, substansi rancangan ini masih menempatkan upaya paksa di bawah diskresi penyidik, sementara pengujian yudisial terhadap tindakan penyidik tetap tidak diterima. “Praperadilan masih post factum, sehingga hanya bersifat formalitas belaka,” ujar Ketua Umum DPN PERADI, Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M.
Padahal, semangat UUD 1945 mengamanatkan sistem peradilan yang terpadu dan setara antarpenegak hukum. Dalam R-KUHAP, istilah “terpadu” hanya menjadi label, bukan penerapan prinsip kesetaraan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Masukan PERADI Belum Diakomodir: Advokat Bukan Sekadar Aksesori
PERADI menegaskan bahwa pihaknya telah menyampaikan masukan resmi kepada Pemerintah dan Komisi III DPR, namun belum ada satu pun yang diakomodir secara substansial. Empat isu utama yang menjadi sorotan antara lain:
Pertama, bab Advokat dan Bantuan Hukum masih digabungkan. Padahal, bantuan hukum adalah kewajiban negara, sementara jasa advokat merupakan praktik profesional yang berdiri sendiri. Kedua, pengakuan terhadap Organisasi Advokat dihapus, dengan ketentuan advokat wajib menunjukkan identitas ke penyidik atau hakim. PERADI menegaskan cukup dengan Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA) sebagai bukti keanggotaan sah dalam Organisasi Advokat.
Ketiga, PERADI menolak agar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sampai ke pengadilan. Menurut PERADI, BAP seharusnya berhenti di Kejaksaan untuk menjaga independensi hakim. Keempat, catatan dan/atau pandangan advokat dalam BAP diabaikan, padahal hal itu penting sebagai bentuk check and balance dalam proses penyidikan.
Harapan untuk Pembahasan Lanjutan
PERADI berharap masih ada ruang perbaikan dalam proses legislasi sebelum R-KUHAP diundangkan. “Kami mendesak agar posisi advokat benar-benar diakui sebagai penegak hukum yang setara, bukan sekadar pelengkap prosedur dalam sistem peradilan pidana,” tegas Dr. Luhut.
Jakarta, 15 November 2025
Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M.
Ketua Umum DPN PERADI
• 📣 WhatsApp Channel: Klik di sini
• 📡 Telegram Channel: Klik di sini
• 🎵 TikTok: Klik di sini
• 📸 Instagram (DPN PERADI): Klik di sini
• 📸 Instagram (Munas PERADI): Klik di sini
• 💼 LinkedIn: Klik di sini




