Ketetapan (TAP) MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa telah memberikan acuan bagaimana etika Penegakan Hukum yang berkeadilan ditegakkan sebagai berikut :

“Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil dan tidak diskriminatif terhadap sesama warga negara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya.”

Ketetapan MPR yang terkait dengan etika penegakan hukum yang berkeadilan wajib dijalankan oleh seluruh penegak hukum. Advokat memiliki kontribusi penting guna memastikan penegakan hukum yang berkeadilan. Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) telah menyelenggarakan Diskusi Terfokus (FGD) dengan menghadirkan Dr. Budhy Munawar Rachman (Pengajar pada Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara & Anggota Dewan Kehormatan Pusat PERADI) dan Bachtiar Sitanggang, S.H., (Ketua Dewan Kehormatan Daerah PERADI DKI Jakarta) sebagai pemantik dalam FGD secara online pada Jumat/20 September 2024 yang dimulai pada pukul 16.00 – 18.00 WIB.

Dalam paparannya Dr. Budhy Munawar Rachman menyampaikan beberapa hal yang penting berkenaan dengan etika dalam penegakan hukum berdasarkan TAP MPR tentang Etika Kehidupan Berbangsa, sebagai berikut :

“Penegakan hukum adalah pilar fundamental dalam menjaga keadilan dan ketertiban sosial. TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 menjadi pedoman etika penegakan hukum, menekankan bahwa keadilan harus ditegakkan secara adil, transparan, dan tidak diskriminatif. Tanpa fondasi etika yang kuat, penegakan hukum kehilangan esensinya.”

Perlunya kesetaraan di hadapan hukum : Salah satu masalah besar di Indonesia adalah ketidaksetaraan di hadapan hukum, seringkali dipengaruhi oleh kekuatan ekonomi atau politik. TAP MPR menekankan perlunya menghindari diskriminasi agar hukum tidak menjadi alat manipulasi kekuasaan.”

Peran advokat dalam penegakan hukum : “Advokat memainkan peran penting dalam menegakkan hukum dengan integritas. Sebagai profesi yang dihormati (officium nobile), advokat harus menjalankan tugas dengan kejujuran, kemandirian, dan menghormati hukum.”

Tantangan Implementasi Etika : “kerangka yang jelas, pelanggaran etika masih kerap terjadi di lapangan. Manipulasi hukum dan penyalahgunaan kekuasaan adalah realitas yang sering ditemukan.”

Hukum sebagai alat politik : “Hukum sering digunakan sebagai alat politik untuk melanggengkan kekuasaan atau menyerang lawan politik. Ini mencederai prinsip keadilan dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum.”

Sedangkan Hukum dan Keadilan Sosial : “Penegakan hukum yang adil harus memperhatikan keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tidak hanya berdasarkan teks hukum, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai-nilai sosial dan moral.”

Penggunaan Hukum Secara Manipulatif : “TAP MPR memperingatkan bahwa hukum tidak boleh digunakan sebagai alat untuk manipulasi kekuasaan. Fenomena ini kerap terlihat ketika hukum dipakai untuk menguntungkan kelompok tertentu.”

Dibutuhkan keberanian Moral dalam Penegakan Hukum : “Penegak hukum harus memiliki keberanian moral untuk menolak praktik-praktik yang tidak etis. Ini penting untuk menjaga integritas dan keadilan dalam penegakan hukum.”

Reformasi Budaya Hukum : “Perlu ada reformasi budaya hukum yang berbasis etika di Indonesia. Budaya hukum yang permisif terhadap pelanggaran etika harus diubah agar sistem hukum yang adil dan bermoral bisa terwujud.”

Sedangkan Bachtiar Sitanggang, S.H., menambahkan Etika Penegakan Hukum dalam perspektif Kode Etik Advokat Indonesia sebagai berikut :

“Kalau secara nasional terjadi krisis multi dimensi akibat dari kemunduran etika kehidupan berbangsa, sekarang boleh kita tanya diri kita masing-masing apakah kita menghayati dan mengamalkan KEAI dalam menjalankan profesi sebagai advokat.”

“Jadi menurut saya berbicara Kode Etik seolah berbicara setengah surga. Oleh karenanya saya sering risi kalau ditugaskan membawa materi KEAI di PKPA, di mana

Kode Etik Profesi Advokat itu begitu mulia sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi namun tidak tercermin dari keseharian para Advokat.”=

Menutup paparannya, disampaikan “Kembali pada situasi dan kondisi nasional, advokat dan organisasinya sebagai profesi terhormat, harus memelopori mengatasi etika kehidupan berbangsa yang mengalami kemuduran itu serta mengatasi krisis multi dimensi, tidak sebaliknya.”

Sementara para peserta FGD yang terdiri dari pengurus DPN dan DPC menyampaikan pandangannya yakni diperlukan sebuah upaya bersama agar Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan sebagaimana telah dinyatakan dalam TAP MPR ditindaklanjuti dengan pembentukan Undang – Undang tentang Etika kehidupan Berbangsa sehingga wajib dijalankan oleh semua elemen bangsa utamanya para penegak hukum.

 

Sekretariat Nasional

Perhimpunan Advokat Indonesia

 

Fiat Iustitia ne Pereat Mundus.