Panduan ini disusun sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma, Kode Etik Advokat Indonesia juga merupakan komplementer serta pengembangan Peraturan PERADI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.

Panduan ini dikembangkan dengan melihat praktik advokat pada umumnya, mengelaborasi praktik dan teori yang berkembang di berbagai belahan dunia, serta merujuk kepada literatur-literatur tentang tanggung jawab profesional (professional responsiblity) seorang advokat.

Panduan ini mengikat bagi anggota PERADI dan dapat dijadikan rujukan bagi advokat diluar anggota PERADI atau oleh masyarakat umum.Panduan ini disusun atas inisiatif PERADI dan melibatkan organisasi-organisasi Profesi Advokat, LBH, LSM, Individu dan tokoh lainnya yang peduli akan pengarusutamaan gerakan pro bono mengingat partisipasi dari para advokat untuk memberikan layanan pro bono masih tergolong rendah dibandingkan dengan kebutuhan bantuan hukum yang diperlukan masyarakat marjinal.

PERADI menyadari bahwa konsep dan pelaksanaan pro bono di Indonesia masih belum berkembang dengan baik. Kewajiban pemberian pro bono yang diamanatkan Undangundang masih dianggap sukarela dan bersifat sosial atau charity/kebaikan hati/beramal sehingga tidak dibedakan dengan bantuan hukum. Beberapa hal yang diidentifikasi menjadi penyebab dari rendahnya praktik pro bono di Indonesia di antaranya:

  1. Belum ada kesadaran untuk menghayati profesi advokat yang terhormat dan mulia dalam hal kemanusiaan yang sering disebut dalam istilah latin sebagai officium nobile, bahwa pelayanan untuk masyarakat yang membutuhkan secara pro bono merupakan bagian dari profesi advokat itu sendiri;
  2. Tidak adanya kebijakan tentang pemberian penghargaan dan sanksi bagi yang melaksanakan atau tidak melaksanakan pro bono. Lebih lanjut, dukungan atau sistem reward dari pemerintah atau badan peradilan atas tindakan atau upaya pro bono seperti pengurangan pajak, dll, juga belum digalang;
  3. Pelaksanaan dan pengembangan sistem pro bono, termasuk tidak masuknya pro bono dalam kurikulum pendidikan advokat atau dalam fakultas hukum yang belum menjadi perhatian serius dari pemangku kepentingan utama seperti organisasi advokat atau universitas;
  4. Tidak ada panduan tentang pemberian layanan pro bono yang dapat dijadikan rujukan bagi organisasi advokat atau firma hukum;
  5. Kesulitan dalam mencari atau bertemu dengan klien yang membutuhkan bantuan hukum;
  6. Rendahnya kultur pro bono di kalangan advokat;
  7. Rendahnya kesadaran untuk menempatkan personil yang khusus ditunjuk mengadministrasikan praktik pro bono, melakukan monitoring dan kontrol terhadap pelaksanaan pro bono baik di tingkat organisasi advokat atau di firma hukum;
  8. Penyebaran jumlah advokat yang tidak merata karena banyak advokat berpraktik atau berpusat di kota besar sementara jumlah advokat di daerah desa atau wilayah pelosok sangat rendah. Padahal, kebutuhan akan advokat untuk masyarakat miskin dan marjinal di daerah terpencil tinggi.

Dalam sistem sosial masyarakat, Advokat memegang peranan penting untuk membuka akses masyarakat miskin dan marjinal terhadap keadilan melalui bantuan hukum cuma – cuma. Sehingga, dalam hal mengatasi tantangan rendahnya praktik pro bono tersebut di atas, pada 9 Februari 2018, PERADI menyelenggarakan konsultasi penyusunan Panduan Pro Bono yang menghasilkan rekomendasi sebagai berikut:

  1. Menyempurnakan kebijakan pro bono;
  2. Membuat sistem pro bono dan struktur dalam organisasi advokat;
  3. Membangun komitmen para pengurus organisasi advokat melalui kebijakan dan program kerja;
  4. Kebutuhan akan rencana kerja divisi pro bono untuk mendapat dukungan organisasi lain;
  5. Membuat sistem/aplikasi yang memudahkan teknis pelaporan pro bono.

Dalam kegiatan konsultasi, juga terungkap beberapa hal yang menjadi dasar kebutuhan
akan Panduan Pro Bono, yakni:

  1. Konsep pro bono, yang dalam istilah Undang-undang dikenal dengan bantuan hukum cuma-cuma, dengan konsep bantuan hukum Negara yang bercampur aduk atau disamakan. Panduan pro bono dibutuhkan untuk membedakan dua konsep tersebut sekaligus menjelaskan sasaran, jangkauan dan implementasi layanan pro bono;
  2. Panduan dapat menjadi rujukan utama dalam konteks edukasi bagi advokat dan masyarakat pada umumnya;
  3. Panduan dapat digunakan untuk mengukur pelaksanaan layanan pro bono yang dirujuk oleh para advokat;
  4. Panduan dapat mempertegas nilai kewajiban sosial pro bono yang melekat dalam profesi seorang advokat;
  5. Panduan bertujuan sebagai rujukan untuk kebijakan organisasi.

Panduan ini disusun agar dapat dilaksanakan oleh Pengurus PERADI di berbagai tingkatan dan seluruh anggota PERADI serta dapat menjadi rujukan oleh berbagai pihak untuk membangun sistem, melakukan sosialiasasi, melaksanakan dan mengawasi, serta mendorong kultur/budaya pro bono dengan maksimal.

Unduh Panduan Pro Bono PERADI