Bertempat di Grand Mercure Mirama Malang pada kamis 25 juli 2024, bersama Kompartemen Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH), Universitas Brawijaya (UB) Malang bekerjasama dengan Pusat Riset Sistem Peradilan Pidana (PERSADA) (UB) Malang, menggelar Focus Group Discussion (FGD).
Dalam Kegiatan tersebut Imam Hidayat, S.H., M.H., selaku (Sekretaris Jenderal DPN PERADI), dan Laksda Purn. TNI Soleman B. Ponto, S.T., S.H., M.H., (Dewan Pakar DPN PERADI) turut hadir untuk memberikan masukan FGD dengan topik “UU Polri dan Dampaknya Terhadap Hukum Acara Pidana”.
Solehuddin, S.H. M.H., Koordinator Kompartemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) sekaligus Pakar Hukum Pidana (FH UB) mengungkapkan bahwa rencana revisi Undang-Undang Polri saat ini dianggap terlalu terburu-buru. Menurutnya, proses revisi ini perlu diperhatikan lebih dalam terutama dalam konteks penegakan hukum yang lebih baik.
Tujuan digelarnya FGD karena adanya tuntutan agar revisi undang-undang (UU) Polri ditunda. Tambahnya
Sementara itu, Soleman B Ponto,mengatakan, berdasarkan UU Polri Pasal 30 Ayat 4, dikatakan soal tugas Polri yakni: “Menjaga Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, Menegakkan Hukum, Melindungi dan Mengayomi”.
Namun pada RUU baru, muncul ayat yang mengatakan: “Polri Melaksanakan Intelegen Kepolisian Dalam Rangka Mewujudkan Keamanan Nasional”.
Dari dua ayat tersebut, terdapat dua perbedaan. yakni memelihara keamanan dan ketertiban, serta mewujudkan keamanan nasional.
“Bedanya, kalau kita berbicara memelihara, artinya memelihara yang sudah baik. Tapi kalau mewujudkan, ini artinya orang-orang jelek semua”.
“Artinya kalau dia mewujudkan, sebelum berbuat tangkapin dulu aja. Jadi bagaimana di dalam satu undang-undang, ada dua hal kontradiktif. Itulah sebabnya disini intelijen yang tugasnya mewujudkan, begitu ada indikasi langsung ditangkap,” jelasnya.
“Artinya Polri berwenang melakukan pembunuhan itu kan, mau dibawa kemana negara ini. Jadi setiap yang punya KTP Polri berwenang untuk itu,” pungkasnya.
Imam Hidayat menyampaikan RUU Polri sebaiknya menuju pelayanan, melindungi dan mengayomi masyarakat, Polri yangg humanis, bukan menambah kewenangan tentang penyadapan, penangkapan dst yang tentunya kedepannya seringkali disalah gunakan oleh anggota yg tentunya menambah daftar panjang kegagalan Polri dalam menjalankan fungsi negara hukum sebagai penegak hukum dan alat negara bukan dijadikan alat kepentingan penguasa.
“Karena banyak perkara yang belum terselesaikan dengan baik sesuai kebenaran dan keadilan, seperti perkara tragedi kanjuruhan yg lewat hampir 2 th berlalu tanpa keadilan bagi keluarga korban”. Tambahnya