Dalam rangka merayakan ulang tahun ke-17 yang jatuh pada Sabtu, 13 Agustus 2022, Komisi Yudisial menggelar seminar nasional bertema “Penguatan Peran Komisi Yudisial dalam Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat, serta Perilaku Hakim”. Seminar Nasional tersebut diselenggarakan pada Rabu, 24 Agustus 2022 bertempat di Auditorium Komisi Yudisial, Jakarta Pusat.

Mengingat pentingnya peran advokat dalam kekuasaan kehakiman untuk penegakan hukum dan keadilan sesuai dengan undang-undang No. 18 tahun 2033 tentang Advokat pada pasal 5 ayat (1) yang menyebutkan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan” maka kedudukan advokat adalah setara dengan aparat penegak hukum lainnya seperti Polisi, Jaksa, Hakim.

Sebagai organisasi advokat yang diundang menghadiri seminar tersebut, Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) mengutus perwakilan, Rony S.P. Tobing, S.H., Anggota Dewan Kehormatan Pusat DPN PERADI.

Dalam seminar tersebut, Komisi Yudisial menjelaskan jika lembaganya terus melakukan pembenahan dan peningkatan dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi, khususnya dalam pengawasan hakim.

“Dalam melaksanakan tugas konstitusionalnya, Komisi Yudisial menerima laporan masyarakat berkisar 2000-3000an laporan pertahun mengenai dugaan KEPPH (Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim). Angka ini menunjukan bahwa ada harapan besar dari masyarakat yang mendambakan terwujudnya lembaga peradilan yang bersih, independen dan imparsial serta mampu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat” jelas Ketua Komisi Yudisial, Prof. Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, S.H., M.H.

Pada seminar itu juga disebutkan bahwa penguatan Komisi Yudisial melalui pembentukan Undang-Undang. Hal itu tertuang dalam rekomendasi MPR (Majelis Permusyahwaratan Rakyat) periode 2014-2019 yang meminta agar ada penataan yang serius terhadap rekrutmen, pembinaan (sistem mutasi dan promosi), dan pengawasan hakim. Dalam konteks tersebut, PERADI memandang Komisi Yudisial harus diberikan peran yang lebih kuat untuk membantu Mahkamah Agung.

Tidak hanya itu, PERADI juga berkesimpulan bahwa integritas hakim dan personil pengadilan adalah aspek mendasar untuk mewujudkan pengadilan yang independen dan berintegritas, serta penguatan Komisi Yudisial itu sendiri dengan masyarakat sipil karena adanya laporan-laporan mengenai hakim yang diduga melanggar etika.

Tidak lupa, salah satu catatan keberadaan Komisi Yudisial dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sebagai Lembaga negara yang melakukan kontrol terhadap kekuasaan kehakiman bersifat kurang jelas antara ada dan tiada. Hal tersebut dikarenakan Komisi Yudisial tidak diberikan kewenangan untuk melakukan penegakan hukum kode etik terhadap hakim Mahkamah Konstitusi dan hakim Mahkamah Agung.