Menata Ulang Hukum Acara Pidana: Rekomendasi PERADI untuk KUHAP yang Lebih Adil dan Transparan

“PERADI dorong paradigma baru hukum acara pidana dalam Rapat Koordinasi DIM RUU KUHAP, menyerukan agar keadilan tidak hanya prosedural, tetapi juga substansial dan berpihak pada manusia.”

Di tengah tarik-menarik kepentingan dan dinamika hukum nasional, Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) kembali menunjukkan kepemimpinannya dalam pembaruan sistem peradilan pidana. Pada Selasa, 27 Mei 2025, Ketua Umum DPN PERADI, Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M., bersama Wakil Ketua Umum Ifdhal Kasim, S.H., LL.M., hadir langsung dalam Rapat Koordinasi dan Penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUHAP yang digelar di Hotel JS Luwansa, Jakarta.

Dalam forum yang difasilitasi Kementerian Hukum dan HAM ini, PERADI menyampaikan serangkaian rekomendasi hukum yang menekankan bahwa hukum acara pidana bukan sekadar tata urut prosedur penegakan hukum, melainkan instrumen yang harus menjamin martabat dan hak asasi setiap individu.

Paradigma Hukum Acara Pidana yang Pro Manusia

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, menegaskan bahwa pemerintah membuka ruang luas untuk seluruh pemangku kepentingan memberi kontribusi terhadap RUU KUHAP. Dalam sambutannya, Wamenkumham menyampaikan bahwa proses hukum yang dijalankan negara harus tunduk pada prinsip due process of law, yang menjamin tidak ada warga negara yang menjadi korban dari kekuasaan hukum yang sewenang-wenang.

Pernyataan ini bersambut dengan seruan Ketua Umum PERADI. Menurut Dr. Luhut, substansi RUU KUHAP harus berpijak pada nilai pro justitia—keadilan sebagai tujuan, bukan sekadar formalitas prosedural. Dalam paparannya, ia mengusulkan agar nama RUU KUHAP diubah menjadi “Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Keadilan,” sebagai simbol filosofi bahwa setiap proses hukum harus berujung pada keadilan, bukan pada kepatuhan semata terhadap prosedur.

Advokat adalah Pilar Penegakan Keadilan

Dalam rekomendasi hukum yang disampaikan kepada pemerintah, PERADI menegaskan kembali posisi strategis advokat dalam sistem peradilan pidana. Advokat bukan hanya penyedia jasa hukum, tetapi merupakan bagian dari struktur kekuasaan kehakiman sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 38 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman.

Dr. Luhut menegaskan, advokat harus dipandang sejajar dengan jaksa dan hakim. “Ia adalah penjaga keadilan dalam ruang sidang dan mitra konstitusional dalam memastikan fair trial,” ujarnya. Karena itu, dalam RUU KUHAP, peran dan hak advokat harus diatur secara eksplisit dan dijamin dalam setiap tahap, mulai dari penyelidikan hingga pelaksanaan putusan.

Isolasi advokat dalam sistem peradilan tidak hanya mencederai prinsip imparsialitas, tetapi juga mengaburkan makna keadilan itu sendiri. Oleh karena itu, pemisahan konseptual dan normatif antara advokat dan bantuan hukum mutlak diperlukan dalam naskah RUU KUHAP.

Pentingnya Judicial Scrutiny dan Perlindungan Hak Asasi

Forum ini juga menyoroti pentingnya dimasukkannya mekanisme judicial scrutiny atau pengawasan yudisial terhadap tindakan upaya paksa aparat penegak hukum. Prinsip habeas corpus, keharusan adanya alasan yang cukup, serta izin pengadilan sebelum tindakan paksa dilakukan, menjadi prasyarat mutlak dalam membangun sistem hukum yang menghormati hak asasi manusia.

Pelaksanaan upaya paksa yang berbasis HAM juga mencakup pengaturan tambahan terhadap bentuk-bentuk upaya paksa lainnya, untuk memastikan tidak ada celah bagi penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan hak-hak tersangka, terdakwa, atau korban.

RUU KUHAP di Persimpangan Jalan

Rapat Koordinasi DIM ini menjadi penanda bahwa RUU KUHAP sedang berdiri di titik kritis: antara menjadi alat perlindungan hak warga atau sekadar memperkuat struktur formal kekuasaan hukum. PERADI meyakini, arah yang diambil tidak boleh setengah hati. Sistem hukum pidana Indonesia perlu ditata ulang secara berani, visioner, dan berbasis pada keadilan substantif.

Melalui rekomendasi hukum yang telah disampaikan dalam bentuk tertulis, baik fisik maupun digital, PERADI mempertegas komitmennya untuk terlibat aktif dalam setiap tahap penyusunan undang-undang ini. Bagi PERADI, reformasi KUHAP bukan hanya mandat profesi, tetapi amanat konstitusi dan suara nurani untuk memastikan hukum berpihak pada manusia.

Jika Anda ingin membaca dokumen lengkap Rekomendasi Hukum PERADI atas RUU KUHAP, silakan klik tautan berikut: Lihat Rekomendasi Hukum PERADI di sini


Discover more from PERADI

Subscribe to get the latest posts sent to your email.

Discover more from PERADI

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading